A. Pendahuluan
Kehadiran agama
islam yang dibawa oleh nabi Muhammad saw.diyakini oleh semua umatnya dapat
menjamin terwujudnya kehidupan manusia dimuka bumi menjadi sejahtera lahir dan batin.mengingat
didalamnya terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya seseorang
menyikapi hidup dan kehidupan maka diperlukan kehadiran al-quran dan hadists
sebagai pencerah hati nurani yang berdampak pada perilakunya.agar terbentuk
perilaku positif pada seseorang, islam telah megajarkan kehidupan yang dinamis
dan progresif, menghargai akal fikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuin
dan teknologi,bersikap seimbang antara memenuhi kebutuhan material dan
spiritual, mengembankan kepedulian social, mengutamakan persaudaraan,
memperkecil volume keakuannya, dan lain sebagainya.dampak ibadah kepada allah
dapat membuahkan kesholihan social dan dapat dirasakan oleh orang-orang
disekitarnya maupun masyarakat secara umum
B. Pengertian dan Hakikat Ibadah
Seringkali ibadah
diidentikan dengan amal perbuatan yang baik untuk dirinya,orang lain
maupundihadapan Allah.bertolak pada beberapa contoh aktifitas ini yang perlu
sekali dipahamkan dan dipikirkan bersama, apakah berbagai aktifitas selain
disebutkan diatas tidak termasuk ibadah? Kalau termasuk ibadah lantas apa yang
dimaksud dengan ibadah
1. Pengertian
Ibadah Secara Etimologis
Ada
beberapa pendapat dalam memberi pengertian ibadah secara etimologis,
antara lain:
·
Kata ibadah terambil dari
kata “abada-ya’budu-‘abdan-fahuwa’aabidun”. Kata ‘abid berarti hamba atau
budak, yaitu seseorang yang tidak memiliki apap-apa, hanya dirinya sendiri
milik tuannya, sehingga seluruh aktifitas hidup hanya untuk memperoleh
keridhoannya.
·
Arti ibadah dalam kamus
bahasa Indonesia diartikan perbuatan yang dilakukan berdasarkan rasa bakti dan
taat kepada Allah, untuk menjalankan perintah-Nya serta menjauhi seluruh
larangan-Nya.
Jadi ibadah
merupakan pekerjaan yang harus dilakukan oleh setiap manusia yang beriman, baik
terwujud dalam setiap sikap, gerak-gerik dan tingkah laku sehari-hari dalam
rangka menggapai ridho Allah semata-mata
2. Pengertian
Ibadah Secara Termologi, dan Pendapat Lainya
·
syeikh Muhammad abduh:
ibadahmerupakan satu bentuk ketundukan dan ketaatan yang mencapai puncaknya
akibat adanya rasa keagungan dalam jiwa seseorang terhadap siapa ia mengabdi.
Juga merupakan dampak dari keyakinan, bahwa pengabdian itu tertuju kepada yang
memiliki kekuasaan yang tidak terjangkau arti hakikatnya.
·
Syekh abdul hamid al khatib:
mengerjakan apa yang diperintahkan Allah dengan tujuan mendekatkan diri
kepada-Nya atau meminta apa yang dihajatkannya kepaa Allah.
Maka ibadah
sebagai perendahan diri kepada Allah karena factor kecintaan dan pengagungan
kepada-Nya dengan cara melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya,
baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun batin.
3. Berbagai
Aktifitas Yang Dilakukan Seseorang pada Hakikatnya Bernilai Ibadah
Kegiatan bernilai
ibadah manakala bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Begitu juga
dengan rangkaian kegiatan untuk menopang kehidupan didunia, tidak lepas dengan
nilai ibadah manakala apa yang dilakukan sudah sesuai dengan pesan-pesan
al-quran maupun sunah.
Oleh karena itu
apa yang telah dilakukan oleh seseorang mengandung berbagai rangkain kegiatan
yang bermuara pada hati,lisan dan anggota tubuh lain hendaknya diniatkan untu
meraih ridho Allah. Tentunya melakukan kegiatan tersebut tidak menyimpang dari
nilai-nilai islam maupun tatanan masyarakat secara umum sehingga dapat
bermanfaat bagi dirinya dan orang-orang disekelilingnya. Contoh kegiatannya
antara lain:
·
Ibadah yang bermuara pada
hati, seperti:
Ø Rasa
khauf (takut kepada Allah dan siksa-Nya)
Ø Raja’
(mengharap akan nikmat-Nya)
Ø Mahabbah
(cinta kepada Allah dan Rasu-Nya)
Ø Tawakkal
(ketergantungan kepada Allah dengan mengembalikan sesuatu kepada-Nya)
Ø Raghbah
( senang menjalankan perintah Allah)
·
Ibadah yang bermuara
dengan lisan:
Ø Selalu
mengucap kalimat tasbih,tahlil,takbir dan tahmid
Ø Syukur
dan membaca al-quran
Ø Bertuturkata
yang enak didengar dan dirasakan
·
Ibadah bermuara dengan
anggota tubuh:
Ø Shalat
Ø Zakat
Ø Puasa
Ø Infa’
Ø Gotong
royong
Ø Tolong-menolong
Ø Mengajak
berbuat baik
Ø Dan
lain-lain
Hakikat ibadah
dalam islam meliputi semua urusan khidupan dalam semua lapangan hidup didunia
dan akirat. Dengan kata lain, hakikatnya ibadah adalah ketundukan jiwa yang
timbul karena hati (jiwa) merasakan cinta akan allah sebagai dzat yang disembah
dan merasakan kebesaran-Nya.
C. Ibadah
Mahdah dan Ghairu Mahdah
1.
Ibadah Mahdhah atau Ibadah Khusus
Yang dimaksud dengan ibadah mahdhah
adalah hubungan manusia dengan Tuhannya, yaitu hubungan yang akrab dan suci
antara seorang muslim dengan Allah SWT yang bersifat ritual (peribadatan),
Ibadah mahdhah merupakan manifestasi dari rukun islam yang lima. Atau juga
sering disebut ibadah yang langsung.
Selain itu juga ibadah mahdhah adalah ibadah yang perintah dan
larangannya sudah jelas secara zahir dan tidak memerlukan penambahan atau
pengurangan.
Jenis ibadah yang termasuk ibadah
mahdhah, adalah :
a.
Shalat
Secara lughawi atau arti kata shalat
mengandung beberapa arti yang beragam salah satunya do’a, itu dapat ditemukan
contohnya dalam Al-Qur’an surat al-Taubah ayat 103:
( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y™ öNçl°; 3 ª!$#ur ìì‹ÏJy™ íOŠÎ=tæ ÇÊÉÌÈ
berdo’alah untuk mereka, sesungguhnya
do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka.
Secara terminologis ditemukan
beberapa istilah diantarnya: “Serangkaian perkataan dan perbuatan tertentu yang
dimulai dengan takbir dan disudahi salam”.
b.
Zakat
Zakat adalah salah satu ibadah pokok
dan termasuk salah satu rukun Islam, yang berarti membersihkan, bertumbuh dan
berkah. Zakat itu ada dua macam: yaitu zakat harta atau disebut juga zakat mal
dan zakat diri yang dikeluarkan setiap akhir bulan ramadhan yang disebut juga
zakat fitrah.
c.
Puasa
Puasa adalah ibadah pokok yang
ditetapkan sebagai salah satu rukun Islam. Puasa secara bahasa bermakna ,
menahan dan diam dalam segala bentuknya. Secara terminologis puasa diartikan
dengan “menahan diri dari makan, minum dan berhubungan seksual mulai dari
terbit fajar sampai terbenam matahari dengan syarat-syarat yang ditentukan”.
d.
Ibadah Haji
Secara arti kata, lafaz haji yang
berasal dari bahasa arab, berarti “bersengaja”. Dalam artian terminologis
adalah Menziarahi ka’bah dengan melakukan serangkaian ibadah di Masjidil Haram
dan sekitarnya, baik dalam bentuk haji ataupun umroh.
e.
Umroh
Umroh adalah mengunjungi ka’bah
dengan serangkaian khusus disekitarnya. Perbedaannya dengan haji ialah bahwa
padanya tidak ada wuquf di Arafah, berhenti di Muzdalifah, melempar jumrah dan
menginap di Mina. Dengan begitu ia
merupakan haji dalam bentuknya yang lebih sederhana, sehingga sering umroh itu
disebut dengan haji kecil.
f.
Bersuci dari hadas kecil maupun besar.
Rumusan Ibadah Mahdhah adalah “KA +
SS”
(Karena Allah + Sesuai Syari’at)
2.
Ibadah Ghairu Mahdhah
Yang dimaksud
ibadah ghairu mahdhah berarti mencakup semua perilaku manusia yang hubungannya
dengan sesama manusia, yaitu dalam semua aspek kehidupan yang sesuai dengan
ketentuan Allah swt, yang dilakukan dengan ikhlas untuk mendapat ridho Allah
swt. Atau sering disebut sebagai ibadah umum atau muamalah, yaitu segala
sesuatu yang dicintai dan diridhoi oleh Allah baik berupa perkataan atau
perbuatan, lahir maupun batin yang mencakup seluruh aspek kehidupan seperti
aspek ekonomi, sosial, politik, budaya, seni dan pendidikan.
Seperti qurban,
pernikahan, jual beli, aqiqah, sadaqah, wakaf, warisan dan lain
sebagainya. Selain itu ibadah ghairu
mahdhah adalah ibadah yang cara pelaksanaannya dapat direkayasa oleh manusia,
artinya bentuknya dapat beragam dan mengikuti situasi dan kondisi, tetapi
substansi ibadahnya tetap terjaga. Seperti perintah melaksanakan perdagangan
dengan cara yang halal dan bersih.
Ibadah yang termasuk Ibadah Ghairu
Mahdhah, adalah:
a.
I’tikaf
Berdiam di masjid untuk berdzikir
kepada Allah.
b.
Wakaf
Wakaf menurut bahasa berarti menahan
sedang menurut istilah wakaf ialah memberikan suatu benda atau harta yang kekal
zatnya kepada suatu badan yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.
c.
Qurban
Qurban secara bahasa berarti dekat,
sedang secara istilah adalah menyembelih hewan yang telah memenuhi syarat
tertentu di dalam waktu tertentu yaitu bulan Dzulhijjah dengan niat ibadah guna
mendekatkan diri kepada Allah.
d.
Shadaqah
Shadaqah adalah memberikan sesuatu
tanpa ada tukarannya karena mengharapkan pahala di akhirat.
e.
Aqiqah
Aqiqah dalam bahasa arab berarti
rambut yang tumbuh di kepala anak/bayi. Istilah aqiqah kemudian dipergunakan
untuk pengertian penyembelihan hewan sehubungan kelahiran bayi.
f.
Dzikir dan Do’a
Rumusan Ibadah Ghairu Mahdhah “BB +
KA”
(Berbuat baik + Karena Allah )
Dari
pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ibadah adalah:
bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, dengan jalan mentaati segala
perintah-perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-Nya dan mengamalkan segala
yang diizinkan-Nya sebagai tanda mengabdikan/ memperhambakan diri kepada Allah
swt.
Demikian pula
Ibadah juga bermakna untuk mewujudkan keimanan dengan amal-amal sholeh yang
merupakan pengembangan ke arah yang positif atau baik dari fitrah
manusia.Adapun fungsi dasar ibadah bagi manusia untuk menjaga keselamatan
akidah, menjaga hubungan antara manusia dengan Tuhannya dan berfungsi untuk
mendisiplinkan sikap dan prilaku.
Manusia diciptakan dalam penciptaan
yang baik.Manusia dibentuk dengan sebaik-baik bentuk, diajari daya
berkomunikasi, diberi akal dan kemauan.Alam sekitar ditundukkan untuk melayani
kebutuhan manusia. Karena itu suatu yang sangat pantas bila Al-Khaliq memiliki
hak untuk menerima ibadah, permohonan dan pertolongan, pemanjatan doa dan
bersimpuhnya hamba di hadirat-Nya dengan penuh kepasrahan, penyerahan dan
kepatuhan.
D. Menggapai
ibadah yang berkualitas
1. adanya keinginan yang kuat (azmun adhim)
Adanya dorongan
yang kuat dalam diri, akan memiliki pengaruh yang besar bagi suksesnya
ibadah kita. Energi ekstra seperti itu diperlukan mengingat setiap kali
kita akan mencanangkan kebajikan, maka di depannya pasukan syetan sudah
menghadang dan menghalangi.
Tidak adanya
kemauan yang kuat, akan menjadi celah bagi syetan untuk bisa masuk dan
mempengaruhi kita agar tidak patuh kepada Allah. Syetan akan mengambil peluang
sekecil dan sesempit apapun, terlebih dengan adanya sikap remeh dan kurang
semangat dalam menjalankan ibadah, misalnya.
Selanjutnya dari
sana syetan mengobrak-abrik keyakinan yang kita miliki. Banyak titik-titik
celah yang dinanti oleh syetan untuk menjerumuskan manusia melalui makanan,
pakaian, kekayaan, kekuasaan, seks, dan lain-lain kendaraan nafsu. Proses
menjauh dari Allah—lewat jalur nafsu ini— biasanya terjadi setahap demi setahap
yang terkadang kita tidak sadari. Melalui pintu-pintu nafsu itulah manusia
kerap digelincirkan.
Dalam firman-Nya,
secara tegas Allah SWT memerintahkan kita untuk menjalankan ajaran Islam secara
kaffah dan dilarang mengikuti langkah-langkah syetan (khutuwatis Syaithon). “ Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu
ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
syetan. Sesungguhnya syetan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS.Al-Baqarah:
208)
Disebut
langkah-langkah syetan karena syetan dapat menggelincirkan ummat manusia dengan
cara yang sungguh-sungguh halus dan bertahap-tahap, hingga di luar kesadaran
kita telah terjerat dalam bujuk rayunya. Naudzubillahimin dzalik.
2. Mutaba’ah
kepada Jalan Rasul
Imam Malik pernah
berkata, laa yasluhu amru hadihil ummati illa bima sholluha bihi
awwaluha” bahwa (urusan) ummat ini tidak akan kebali baik(maju/ jaya),
kecuali bila mereka mencontoh apa yang telah dilakukan oleh generasi
awal(Rasulullah dan sahabat) dengan berpegang teguh pada Qur’anul Karim.
Berpegang pada kalam(ketentuan/rambu-rambu) yang telah ditentukan oleh
Allah (al-Qur’an) merupakan kunci kedua sukses ibadah.
Termasuk dalam beribadah,
maka kita tidak boleh mereka-reka sendiri. Semua panduan sudah ditentukan oleh
Allah lewat jalan Rasul-Nya. Perkara shalat dari takbir hingga salam, termasuk
wirid setelah shalat, sudah diajarkan, kita tinggal menjalankannya tanpa
menambah atau mengurangi. Demikian dalam hal pembagian harta waris, cara
berpakaian, hidup berkeluarga, bertetangga, berdagang, akhlak berkomunikasi,
dsb ada garis-garis besar yang telah dijelaskan yang jika dijalankan, insya
Allah akan mengantarkan kita kepada jalan keselamatan.
Bukankah dalam
syahadat kita menyatakan adanya dua kepatuhan? Yakni taat kepada Allah sebagai
Sang Khalik dan patuh kepada titah yang telah ditempuh dan ditetapkan Rasul.
Asyhadu alla ilaha illallahu wa asy hadu anna muhammadan rasulullah.
Allah berfirman,” Katakanlah
jika kamu(benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai
dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS.Ali
Imran: 31).
Bila semangat
patuh ini telah menjadi jalan kaum muslimin, maka akan kita dapati perbedaan
yang mencolok. Secara lahiriyah dapat disaksikan dengan jelas antara
orang-orang yang telah memilih Islam sebagai jalan hidupnya dengan orang-orang
yang mengaku Islam akan tetapi tidak jelas mana tindakan dan perilaku
islaminya.
3. Ikhlas dan Lillahi Ta’ala
Ikhlas (lillahi
ta’ala) menjadi kunci utama bagi ibadah seseorang. Adanya dorongan yang
kuat(azmun adhim), disertai dengan mengetahui ilmunya sesuai dengan petunjuk
Rasul Saw (mutaba’ah) harus dilanjutkan dengan sifat ikhlas. Dengan ikhlas maka
amal yang kita lakukan tidaklah akan sia-sia. Dengan kata lain, ikhlas menjadi
kuncinya amal.
Allah SWT berfirman: “ Maka sembahlah Allah dengan mengikhlaskan (memurnikan)
ketaatan kepada-Nya.” (QS. Az-Zumar: 2) Masih dalam surat yang
sama Allah menjelaskan: “ Katakanlah: Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan
mengikhlaskan (memurnikan) ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama.” (QS.
Az-Zumar: 11).
Sayangnya, orang
kerap mempersepsikan ikhlas dengan sikap lemah atau asal-asalan, tidak teratur.
Dan bahkan, tak jarang diperhadapkan dengan sikap profesional: begini-begini
yang penting ikhlas, biar sedikit yang penting ikhlas dst. Padahal, semestinya
jika untuk dan karena Allah, sudah seharusnya kita melakukan yang terbaik dari
apa yang kita miliki. Itu baru ikhlas yang benar. Bukan sebaliknya.
Jika berderma maka
berikan yang terbaik yang kita miliki dan kita cintai. Jika beribadah maka
dengan menyediaan waktu yang terbaik(cukup-sepenuh hati) dari waktu yang kita
punya. Begitulah seterusnya.
Bukankah yang
memiliki kita tidak lain adalah Allah Aza wa Jalla? Bukankah Dia
yang memberikan setiap peluang dan juga rezeki yang kita nikmati? Lebih dari
itu bukankah dalam setiap waktu shalat kita telah mengungkapkan ikrar kesetiaan
kita kepada-Nya bahwa ibadah kita, hidup dan mati kita sepenuhnya kita
sandarkan kepada Allah SWT. Dalam hal ini, kita memang kerap lalai.
Jadi, sudah
semestinya orang yang ikhlas adalah orang yang beramal dan bekerja secara
maksimal (penuh tanggung jawab) untuk mengharapkan keridhaan dari Allah SWT.,
bukan yang sebaliknya; asal-asalan dan tidak teratur. Orang yang sempurna
keimananya tentu akan melakukan apa saja yang terbaik di mata Allah SWT. Orang
yang seperti ini yang akan disempurnakan pahala amalnya oleh Allah sebagaimana
firman-Nya: “Adapun
orang-orang yang beriman dan berbuat amal sholeh, maka Allah akan
Menyempurnakan Pahala mereka dan Menambah untuk mereka sebagian dari
karunia-Nya…” (QS. Al-Maidah: 173)
E. Menyikapi
ikhtilaf dalam tata cara beribadah
Kehadiran islam
dimuka bumi pada dasarny untuk memudahkan pemeluknya dalam melaksanakan
ajarannya, sehingga tidak merasa diberatkan.
1 sumber hukum yang digunakan dalam
beribadah
a. Al-quran
Ketetapan
hukum yang terdapat dalam Al Qur’an ada yang rinci dan ada yang garis besar.
Ayat ahkam (hukum) yang rinci umumnya berhubungan dengan masalah ibadah,
kekeluargaan dan warisan. Pada bagian ini banyak hukum bersifat ta’abud (dalam
rangka ibadah kepada Allah SWT), namun tidak tertutup peluang bagi akal untuk
memahaminya sesuai dengan perubahan zaman. Sedangkan ayat ahkam (hukum) yang
bersifat garis besar, umumnya berkaitan dengan muamalah, seperti perekonomian,
ketata negaraan, undang-undang sebagainya. Ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan
dengan masalah ini hanya berupa kaidah-kaidah umum, bahkan seringkali hanya
disebutkan nilai-nilainya, agar dapat ditafsirkan sesuai dengan perkembangan
zaman.
Selain
ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan hukum, ada juga yang berkaitan dengan
masalah dakwah, nasehat, tamsil, kisah sejarah dan lain-lainnya. Ayat yang
berkaitan dengan masalah-masalah tersebut jumlahnya banyak sekali
b. Ijtihad
Ijtihad
ialah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memecahkan suatu masalah yang tidak
ada ketetapannya, baik dalam Al Qur’an maupun Hadits, dengan menggunkan akal
pikiran yang sehat dan jernih, serta berpedoman kepada cara-cara menetapkan
hukum-hukumyang telah ditentukan. Hasil ijtihad dapat dijadikan sumber hukum
yang ketiga.
Dalam
berijtihad seseorang dapat menmpuhnya dengan cara ijma’ dan qiyas. Ijma’ adalah
kesepakatan dari seluruh imam mujtahid dan orang-orang muslim pada suatu masa
dari beberapa masa setelah wafat Rasulullah SAW. Berpegang kepada hasil ijma’
diperbolehkan, bahkan menjadi keharusan.
Qiyas
(analogi) adalah menghubungkan suatu kejadian yang tidak ada hukumnya dengan
kejadian lain yang sudah ada hukumnya karena antara keduanya terdapat persamaan
illat atau sebab-sebabnya. Contohnya, mengharamkan minuman keras, seperti bir
dan wiski. Haramnya minuman keras ini diqiyaskan dengan khamar yang disebut
dalam Al Qur’an karena antara keduanya terdapat persamaan illat (alasan), yaitu
sama-sama memabukkan. Jadi, walaupun bir tidak ada ketetapan hukumnya dalam Al
Qur’an atau hadits tetap diharamkan karena mengandung persamaan dengan khamar
yang ada hukumnya dalam Al Qur’an.
2. Contoh kasus yang dihadapi oleh
umat islam
Seseorang yang
melaksanakan penetapan perintah Allah berupa shalat wajib atau sunnah, makaseseorang
yang melaksanakan shalat wajib maupun sunah harus sesuai dengan tuntunan Nabi
Saw dengan tidak perlu menambah, baikmenambah perbuatan (gerakan) atau
bacaannya yang tidak ada dalam al Quran dan Sunnah.
F. Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa:
1. ibadah adalah:
bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, dengan jalan mentaati segala
perintah-perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-Nya dan mengamalkan segala
yang diizinkan-Nya sebagai tanda mengabdikan/ memperhambakan diri kepada Allah
swt.
2. seorang hamba
yang menjadi milik penuh satu tuan, ia akan merasakan kenyamanan, jika ia
mengetahui apa yang disukai tuannya, maka ia tinggal mengerjakannya dengan rasa
nyaman dan lega, maka dengan ini akan menumbuhkan perilaku-perilaku
terpuji/positif karena mereka mencintai Allah dan Allah mencintai orang-orang
yang berbuat baik
DAFTAR
PUSTAKA
Romlah, Fathoni A, dkk.2012.Aqidah & ibadah AIK al
-Islam -
Kemuhammadiyahan 2.Malang: UMM press.
No comments:
Post a Comment